Ditulis oleh : Ust. Tri Asmoro Kurniawan
Jika dibandingkan dengan mayoritas kita yang menghadapi begitu banyak masalah meski hanya memiliki satu istri saja, problematika yang muncul di dalam keluarga Rasulullah terhitung tidak seberapa. Itupun mayoritas muncul dari kecemburuan di antara para istri beliau. Dan bagaimana seorang istri tidak cemburu jika bersuamikan lelaki seperti Rasulullah?
Yang menarik adalah bagaimana Rasulullah menghadapi berbagai masalah rumah tangga yang dipicu dari rasa cemburu ini. Sebab meski sama-sama berasal dari kecemburuan, cara Rasulullah menghadapinya sangat beragam. Hal yang bukan saja memperkaya referensi para suami dalam memilih solusi yang tepat bagi masalah rumah tangga mereka, namun juga membantu mereka memahami kompleksitas berbagai persoalan keluarga.
Ada kalanya Rasulullah hanya tersenyum dan memilih pembiaran sebagai solusi masalah ketika menghadapi kecemburuan istri beliau. Seperti saat ibunda Aisyah membandingkan dirinya dengan para istri Nabi yang lain, ibarat tempat penggembalaan ternak yang belum pernah digunakan. Dia berkata, “Aku tidaklah seperti istri-istri Anda yang lain. Semua istri Anda pernah menjadi milik orang lain kecuali aku.” At thabaqat al kubra 8/55.
Namun sikap berbeda ditempuh Rasulullah dengan memberi teguran keras kepada ibunda Aisyah. Ketika, karena cemburu, dia mengatakan Shafiyah sebagai perempuan berpostur pendek. Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Salam berkata, “Engkau telah mengeruhkan dengan satu kata, yang seandainya dengannya kau keruhkan air laut, pasti menjadi keruh.” HR. At Tirmidzi.
Di kesempatan yang lain, Rasulullah memilih menasihati secara baik untuk mendudukkan persoalan dengan benar. Ketika Aisyah radliallahu ‘anha berkata, “Tidaklah aku cemburu kepada salah seorang dari istri-istri Nabi shallallahu sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah melihatnya. Akan tetapi ini karena beliau sering sekali menyebut-nyebutnya (memuji dan menyanjungnya) dan acapkali beliau menyembelih kambing, memotong-motong bagian-bagian daging kambing tersebut, lantas beliau kirimkan daging kambing itu kepada teman-teman Khadijah.” HR. Bukhari.
Menghadapi hal ini, Rasulullah menjelaskan kedudukan Khadijah di antara para istri yang lain. Beliau menjelaskan bahwa kedudukan ini tidak akan tergantikan karena Khadijah beriman di saat orang lain kafir, menghabiskan harta untuk mendanai dakwah beliau, juga adanya keturunan beliau dari Khadijah, di mana semua itu tidak beliau dapatkan dari istri-istri yang lain.
Pernah juga Rasulullah meminta Aisyah untuk mengganti mangkuk Ummu Salamah yang dipecahkannya. Saat itu Aisyah cemburu karena kebersamaannya dengan Rasulullah terganggu dengan kiriman makanan dari Ummu Salamah. Seraya memunguti makanan yang jatuh, Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Makanlah, ibu kalian sedang cemburu. HR. Ibnu Majah
Rasulullah juga pernah mendorong tubuh ibunda Aisyah dengan keras ketika mengetahui bahwa dia membuntuti beliau pada suatu malam karena cemburu. Rasulullah berkata, “Kalau begitu, kamulah kiranya bayangan hitam yang aku lihat di depanku tadi?” Kemudian setelah Aisyah membenarkan, Beliau melanjutkan, “Apakah kamu masih curiga, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat curang kepadamu?”
Bahkan, Rasulullah pernah memboikot para istri beliau selama hampir sebulan, dan kemudian menawarkan perceraian sebagai solusi jika mereka memilih dunia dan perhiasannya daripada Allah, Rasulullah dan hari akhir. Meski pada akhirnya perceraian itu tidak pernah terjadi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam firman Allah surat Al Ahzab ayat 28-29, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, ‘Jika kalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan mut’ah kepada kalian, dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Dan jika kalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar.’”
Apa yang bisa kita jadikan pelajaran dari berbagai cara Rasulullah menyelesaikan problematika rumah tangga beliau ini? Selain gambaran kompleksitas masalah rumah tangga yang membutuhkan solusi berbeda pada masing-masingnya, juga tentang ketrampilan beliau untuk memilih solusi sebagai teladan terbaik bagi setiap pasangan perindu sakinah.
Dalam hal ini, yang harus menjadi catatan penting adalah, beratnya menjalankan peran dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Bahwa ia bukan sekedar membuat senang hati anggota keluarga dan mengkondisikan suasana keluarga agar tenang dan jauh dari perselisihan. Namun membantu mereka meraih keridhaan Allah dan membawa mereka ke jannah.
Dan ketika kepala keluarga menemukan ada hal-hal yang melanggar syariat, dia harus menegur pelakunya, meskipun mungkin bisa membuat tidak enak hati. Pada kisah-kisah di atas, meski sama-sama bermula dari kecemburuan, ternyata tidak sama cara mengatasi masing-masingnya. Sehingga bukanlah hal sangat mengejutkan jika Rasulullah pernah berkata, “Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku pasti akan potong tangannya!”
Barulah kita sadar, bahwa menjaga diri dan keluarga dari api neraka ternyata sangatlah berat!
Sumber : www.arrisalah.net